Istimewa |
TANAH BUMBU - Sidang perkara yang melibatkan “Ratu batubara” asal Kalimantan Timur, Tan Paulin dari PT Sentosa Laju Energy (SLE) dengan mantan direksi dan karyawan PT IMC Pelita Logistik Tbk kembali digelar di Pengadilan Negeri Batulicin, Kamis (12/09/2024) sore.
Pada sidang ini Sabri Noor Herman selaku kuasa hukum dari Iriawan Barat (terdakwa II) selaku direktur utama dan Harry Thjen (terdakwa III) selaku direktur komersial dan operasional, membacakan pledoi.
Dalam pledoi, Sabri Noor Herman menyampaikan tuntutan penuntut umum tidak didasarkan atas apa yang termuat dalam surat dakwaan, seharusnya tuntutan dibuat mengacu pada surat dakwaan, apakah terbukti atau tidaknya berdasarkan fakta hukum persidangan.
Apa yang didakwakan dan tuntutan JPU tidak terbukti berdasarkan fakta hukum di persidangan. Tidak satupun unsur tindak pidana 404 ayat (1) ke-1 KUHP terpenuhi.
"Kami sangat berkeyakinan bahwa apa yang didakwakan dan apa yang dimuat dalam tuntutan secara sah dan meyakinkan tidak terbukti," sampainya.
Sangat jelas berdasarkan fakta hukum yang terungkap di persidangan, terdakwa II dan terdakwa III tidak pernah melakukan atau menyuruh melakukan pemindahan FC Ben Glory. Selain itu, pemindahan maupun penyewaan FC Ben Glory bukanlah perbuatan pidana.
Permasalahan pemindahan jelas dibenarkan dan diatur dalam Perjanjian Alihmuat. Tidak ada satupun bukti yang menunjukan bahwa PT SLE memiliki hak gadai, hak menahan, hak pungut hasil, maupun hak pakai atas FC Ben Glory.
Perjanjian Alihmuat Batubara bukan perjanjian sewa, melainkan perjanjian jasa angkutan untuk mengalihmuat batubara. Perjanjian sewa juga tidak bisa ditafsirkan atau dianalogikan menjadi hak - hak sebagaimana yang diatur dalam Pasal 404 ayat (1) ke-1 tersebut.
Tidak ada mens rea dan tidak ada actus reus dalam perkara a quo. Seharusnya, surat tuntutan yang tidak didasarkan atau menyimpang dari surat dakwaan, haruslah dianggap kabur atau batal demi hukum.
Selain itu, secara normatif dan bukan hal yang mustahil, seharusnya penuntut umum berani mengambil keputusan dalam tuntutannya menyatakan Para Terdakwa tidak terbukti melakukan apa yang didakwakan, sehingga memutuskan membebaskan Para Terdakwa atau sekurang-kurangnya melepaskan dari segala tuntutan hukum. Bukan sebaliknya memaksakan agar dihukum.
"Adapun terkait permintaan JPU agar FC Ben Glory dirampas dan dilelang, menurut pendapat kami adalah hal yang berlebihan, tidak beralasan, dan bertentangan dengan hukum. Kami juga menyesalkan, terjadi pembiaran oleh JPU terhadap adanya Proses Penilaian yang dilakukan oleh KJPP terhadap FC Ben Glory yang berstatus sita pengadilan. Hal tersebut menurut kami melanggar prosedur dan hukum yang berlaku, menggunakan barang yang berstatus sita tanpa izin yang menyita dan bukan untuk kepentingan peradilan," Sabri Noor Herman.
Sebagai informasi, kontrak bisnis alih muat batubara antara PT IMC Pelita Logistik Tbk dengan PT Sentosa Laju Energy (SLE) berlangsung di Kalimantan Timur. SLE di antaranya dinakhodai oleh Tan Paulin, sosok yang ditulis di media massa beberapa waktu sebagai Ratu Batubara di Kalimantan Timur, dan pada Juli 2024 kemarin rumahnya di Surabaya digeledah oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait kasus dugaan gratifikasi dan TPPU mantan Bupati Kutai Kartanegara, Rita Widyasari.
Namun, pelaksanaan kontrak bisnis tersebut malah menjadi dakwaan pidana yang menjerat dua mantan Direksi dan juga seorang mantan manajer IMC dengan pasal 404 ayat 1 KUHP. Dakwaan pidana ini juga terkesan dipaksakan mengingat kontrak bisnis merupakan kontrak bisnis alihmuat sedangkan dakwaan pasal 404 KUHP umumnya timbul dalam pelaksanaan perjanjian kredit dalam kaitannya dengan jaminan berupa tanah.
Dugaan kasus kriminalisasi ini sendiri timbul ketika IMC mengalokasikan Floating Crane keluar dari Kalimantan Timur mengingat tidak adanya pesanan dari SLE. Prosedur pengalihan kapal itu sendiri telah sesuai dengan perjanjian dalam kontrak, yakni jika SLE tidak ada permintaan alih muat sesuai dengan tata cara seperti termuat dalam kontrak, maka IMC selaku penyedia jasa sekaligus pemilik kapal dapat mengalihkan kapal tersebut.
Singkat cerita, SLE kemudian melaporkan pihak IMC ke Kepolisian Daerah Kalimantan Selatan. Hingga kemudian berujung pada penetapan tersangka pada Oktober 2023 dan disidangkan di PN Batulicin. “Padahal, dalam perjanjian juga tertulis, bahwa jika terjadi perselisihan, maka akan diselesaikan melalui Badan Arbitrase Nasional Indonesia,” Sabri mengungkapkan.(red)