;head> https://schema.org Gelar Akademik Dipersoalkan, Data PD-Dikti Seret Nama Aspihani

test

Gelar Akademik Dipersoalkan, Data PD-Dikti Seret Nama Aspihani

Redaksi
Senin, 22 Desember 2025

 




MEDIAWARTA.NET,Banjarmasin — Data resmi Pangkalan Data Pendidikan Tinggi (PD-Dikti) membuka tabir ketidaksesuaian penggunaan gelar akademik yang digunakan Aspihani dalam proses pendaftaran sebagai dosen. Temuan ini kini bergulir menjadi perhatian publik sekaligus aparat penegak hukum di Kalimantan Selatan.



Berdasarkan penelusuran pada PD-Dikti, Aspihani tercatat menyelesaikan pendidikan Sarjana Hukum (S.H) di Universitas Darul Ulum pada 2010 dan Magister Hukum (M.H) di Universitas Islam Malang pada 2011. Namun, penggunaan gelar Sarjana Hukum dalam proses pendaftaran dosen di Universitas Darul Ulum disebut tidak sepenuhnya sejalan dengan validasi administratif dan keabsahan dokumen akademik yang menjadi syarat mutlak pengangkatan dosen.


Dalam sistem nasional pendidikan tinggi, Aspihani kini tercatat sebagai Dosen Tetap Program Studi Ilmu Hukum di Universitas Islam Kalimantan Muhammad Arsyad Al Banjari (Uniska) Banjarmasin dengan kualifikasi pendidikan terakhir Strata Dua (S2). Data tersebut memantik pertanyaan publik mengenai keabsahan penggunaan gelar Sarjana Hukum dalam proses administratif sebelumnya.



Perkembangan terbaru, Selasa (22/12/2025), pihak Universitas Islam Kalimantan Muhammad Arsyad Al Banjari dipanggil penyidik Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Kalimantan Selatan. Pemanggilan itu dilakukan untuk klarifikasi serta pendalaman dokumen dan data administratif, menyusul mencuatnya dugaan ketidaksesuaian penggunaan gelar akademik dalam penetapan status dosen.



Sekretaris DPD ARUN (Advokasi Rakyat Untuk Nusantara) Kalimantan Selatan, M. Hafidz Halim, S.H., mendesak agar aparat penegak hukum tidak menunda penanganan perkara tersebut.




“Penyelidik jangan menunggu lama-lama lagi. Bukti sudah akurat dan semakin banyak, sehingga seharusnya sudah bisa segera dinaikkan dari tahap penyelidikan ke penyidikan,” kata Hafidz saat dikonfirmasi. Ia mengingatkan, dalam waktu dekat akan diberlakukan KUHAP dan KUHP baru. “Jika perkara ini diperlambat, berpotensi menimbulkan konsekuensi hukum, termasuk pengulangan Berita Acara Pemeriksaan dan proses lainnya,” ujarnya.



Hafidz juga menyinggung informasi yang berkembang di masyarakat terkait dugaan adanya perlindungan terhadap Aspihani oleh oknum tertentu. “Kami berharap kabar itu tidak benar. Namun penilaian publik wajar muncul karena beredarnya tangkapan layar percakapan yang menyebut adanya perlindungan dari seorang jenderal. Saya tidak mengetahui siapa orangnya, tetapi ada screenshot dan pengakuan saksi yang dapat saya pertanggungjawabkan,” katanya.



Hingga berita ini diterbitkan, Aspihani maupun pihak Universitas Darul Ulum belum memberikan klarifikasi resmi atas dugaan ketidaksesuaian penggunaan gelar akademik tersebut. Sementara itu, Kabag Ops Ditreskrimsus Polda Kalimantan Selatan AKBP Suprapto mengarahkan konfirmasi kepada penyidik Ditreskrimsus, Eko Deny, yang belum dapat dihubungi hingga berita ini diturunkan.



Redaksi menegaskan tetap membuka ruang hak jawab bagi seluruh pihak terkait, sebagai bagian dari prinsip keberimbangan dan akurasi informasi.



Kasus ini kembali menyoroti pentingnya verifikasi ketat terhadap gelar akademik dan dokumen pendidikan dalam sistem pendidikan tinggi nasional, demi menjaga integritas dosen, kredibilitas institusi, serta kepercayaan publik terhadap dunia akademik. 

Related Posts