;head> https://schema.org Di Balik Video 26 Detik: Langkah Cepat Polda NTT Usai Dua Siswa SPN Jadi Korban Kekerasan Oknum Polisi

test

Di Balik Video 26 Detik: Langkah Cepat Polda NTT Usai Dua Siswa SPN Jadi Korban Kekerasan Oknum Polisi

Redaksi
Minggu, 16 November 2025

 

Doc istimewa 

MEDIAWARTA.NET,NTT- Jagat media sosial kembali gaduh. Sebuah video 26 detik yang diunggah warganet memperlihatkan dua siswa Sekolah Polisi Negara (SPN) Kupang berdiri kaku di hadapan seorang polisi berseragam dinas. Dalam rekaman itu, suara lirih salah satu siswa terdengar jelas, “Ijin bang, kami siswa Bintara.” Kalimat yang seharusnya menjadi panggilan hormat itu justru dibalas dengan pukulan dan tendangan.


Video singkat tersebut memantik gelombang reaksi publik. Bukan hanya karena adegannya kasar, tetapi karena terjadi di sebuah institusi yang tengah berupaya menguatkan kepercayaan masyarakat. Dua siswa yang masih berada pada masa pembentukan karakter menjadi korban, dan seluruh mata publik tertuju kepada Polda Nusa Tenggara Timur.


Tak butuh waktu lama. Setelah video viral, Bidang Propam Polda NTT langsung bergerak. Oknum polisi yang terekam memukul, Bripda Torino Tobo Dara — anggota Ditsamapta Polda NTT — segera diamankan. Rekan yang merekam dan menyebarkan video itu, Bripda GP, turut diperiksa.


Kabid Humas Polda NTT, Kombes Pol Henry Novika Chandra, memastikan seluruh proses pemeriksaan dilakukan secara transparan dan berada di bawah pengawasan langsung Kapolda NTT. Ia menyampaikan bahwa pimpinan tidak memberi toleransi terhadap kekerasan dalam pendidikan polisi (15/11/2025).



“Penanganan kasus ini diawasi langsung pimpinan. Kekerasan tidak memiliki tempat dalam proses pembinaan,” demikian kutipan yang diangkat sejumlah media nasional.


Dari pemeriksaan internal, terungkap bahwa pemukulan dipicu karena kedua siswa kedapatan merokok saat menjalani latihan kerja. Sejumlah media menyebut rasa kesal Bripda TT menjadi pemicu. Meski begitu, Polda NTT menegaskan bahwa alasan apa pun tidak dapat membenarkan tindakan kekerasan.



Kedua siswa telah menjalani pemeriksaan medis. Hasil awal menunjukkan tidak ada luka serius, namun proses pendampingan tetap dilakukan sebagai bagian dari SOP pembinaan siswa pendidikan.


Di luar tembok institusi kepolisian, publik ramai membicarakan budaya senioritas. Beberapa media membahas bahwa kekerasan kerap muncul karena pola lama yang masih terbawa dalam lingkungan pembinaan. Namun banyak juga yang melihat bahwa reaksi cepat Polda NTT menjadi sinyal penting: Polri tidak ingin kasus ini berlalu begitu saja.


Langkah Polda NTT dianggap menandai perubahan kultur internal menuju sistem pembinaan yang lebih manusiawi, disiplin, dan profesional.



Video 26 detik itu bukan sekadar rekaman. Ia menjadi pengingat bahwa perubahan institusi membutuhkan konsistensi di lapangan — bukan hanya kebijakan di atas kertas. Pada saat yang sama, kasus ini menjadi uji komitmen bagi Polda NTT, yang dalam beberapa tahun terakhir telah membuka ruang lebih besar untuk transparansi dan akuntabilitas.


Kini, masyarakat menanti hasil akhir pemeriksaan Propam. Sanksi disiplin dan kode etik menanti jika pelanggaran terbukti. Di sisi lain, para siswa SPN kembali melanjutkan pendidikannya dengan harapan lingkungan belajar yang semakin aman dan profesional.


Video itu boleh viral, tetapi bagaimana kepolisian merespons itulah yang akan dicatat publik.


Editor Cor 

Related Posts