MEDIAWARTA.NET,BANJARMASIN – Kota berjuluk Seribu Sungai ini tumbuh kian cepat, melampaui batas administratifnya. Ekspansi ekonomi dan sosial Banjarmasin kini ditopang oleh deretan kota satelit—Gambut, Handil Bakti, Kertak Hanyar, Alalak Utara, hingga Banjarbaru—yang saban hari mengirim arus penduduk dan kendaraan menuju pusat kota. Namun di balik geliat metropolis itu, masalah lama yang tak kunjung selesai kembali mencuat: genangan air di sepanjang Jalan A. Yani.
Jalur utama yang menghubungkan Banjarmasin dengan wilayah luar kota ini kerap menjelma menjadi kolam memanjang setiap kali hujan turun deras. Kendaraan merayap, sepeda motor oleng, dan kemacetan mengular tak kenal waktu. Di tengah pertambahan volume kendaraan yang dipicu mobilitas dari kota-kota penyangga, air hujan justru tak menemukan jalurnya.
Salah satu biangnya sudah lama diketahui: sistem drainase yang tidak berfungsi optimal. Di jalur arah luar kota, saluran air justru stagnan. Elevasi permukaan jalan hampir setara dengan ketinggian drainase, membuat air hujan hanya menggenang tanpa peluang untuk mengalir ke pembuangan. Situasi ini membuat setiap hujan deras menjelma menjadi ancaman.
Kasatgas Preemtif Polresta Banjarmasin, Ipda Ansyah Bhakti S.Tr.K, menegaskan bahwa persoalan tersebut tak bisa dibiarkan terus berulang.
“Kami melihat langsung kondisi di lapangan, dan memang ketinggian jalan serta drainasenya hampir sejajar. Itu yang membuat air sulit bergerak. Kalau tidak ada pembenahan struktur, genangan akan terus terjadi setiap hujan deras,” ujarnya (05/11/2025)
Ia juga menekankan perlunya langkah strategis yang lebih cepat dan terukur.
“Drainase lama di beberapa titik sudah tidak mampu menanggung debit air. Harus ada revitalisasi total, bukan sekadar pembersihan rutin,” kata Ansyah Bhakti.
Di jalur sebaliknya—arah masuk kota—kondisinya berbeda. Drainase berfungsi lebih baik, aliran air lancar, dan saluran berada pada posisi lebih rendah dari badan jalan. Air hujan langsung terseret masuk, tak sempat menggenangi permukaan jalan.
Perbedaan kecil dalam elevasi itu menciptakan dua wajah drainase di satu ruas jalan yang sama—satu berfungsi, satu seolah menyerah pada keadaan. Gambaran ini sekaligus menegaskan betapa sistem drainase Banjarmasin belum sepenuhnya mampu menjawab tekanan urbanisasi dan perubahan iklim.
Perbaikan menyeluruh menjadi kebutuhan mendesak. Drainase di jalur arah luar kota harus dibongkar dan diganti dengan saluran berkapasitas lebih besar. Di saat yang sama, pola lalu lintas mesti dikelola lebih efisien untuk mengurangi kemacetan yang turut memperparah keadaan ketika hujan turun.
Dengan kerja bersama pemerintah kota, aparat, dan masyarakat, Banjarmasin punya peluang keluar dari lingkaran masalah genangan air yang terus terulang. Kota ini sudah bergerak menuju status metropolis; infrastruktur penunjangnya kini harus mengejar kecepatan zaman.
Jika persoalan genangan air di Jalan A. Yani dapat dituntaskan, Banjarmasin bukan hanya berkembang, tetapi juga siap menjadi kota tangguh—lebih nyaman, aman, dan layak huni bagi warganya.
Editor Cor


