![]() |
| Foto Doc istimewa |
MEDIAWARTA.NET,AMUNTAI — Operasi Tangkap Tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Kabupaten Hulu Sungai Utara (HSU) mengguncang institusi kejaksaan di daerah. Untuk pertama kalinya, praktik dugaan pemerasan justru dibongkar dari dalam Kejaksaan Negeri HSU—institusi yang semestinya menjadi garda penegakan hukum (20/12/2025).
KPK menetapkan tiga jaksa struktural Kejari HSU sebagai tersangka, yakni Albertinus Parlinggoman Napitupulu selaku Kepala Kejaksaan Negeri HSU, Asis Budianto selaku Kepala Seksi Intelijen, dan Tri Taruna Fariadi, Kepala Seksi Perdata dan Tata Usaha Negara (Kasi Datun).
Dua nama pertama telah ditahan KPK untuk proses hukum lebih lanjut. Namun Tri Taruna Fariadi tidak berada di tempat saat OTT dilakukan dan hingga kini belum memenuhi panggilan penyidik. KPK menyatakan yang bersangkutan masih dalam pencarian.
Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu mengatakan lembaganya terus berupaya mencari keberadaan tersangka tersebut.
“Tentunya kami akan berkoordinasi dengan instansi yang bersangkutan secara berjenjang. Karena yang bersangkutan adanya di Hulu Sungai Utara, tentunya di atasnya, Kejaksaan Tinggi,” ujar Asep Guntur Rahayu.
Menurut Asep, pencarian juga dilakukan melalui pendekatan keluarga.
“Ini kami cari kepada keluarganya. Biasanya kalau lari atau pergi itu kan ke kenalannya, atau keluarganya, seperti itu,” katanya.
“Kami berharap yang bersangkutan segera menyerahkan diri untuk mengikuti proses hukum selanjutnya,” tegas Asep.
Perkara ini bermula dari dugaan pemerasan terhadap pejabat di lingkungan Pemerintah Kabupaten HSU. Penyidik KPK mendalami dugaan setoran dari sejumlah dinas, di antaranya Dinas Pendidikan dan Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR), serta dinas teknis lain yang memiliki kewenangan anggaran dan proyek.
KPK menegaskan, seluruh pejabat dinas yang diperiksa masih berstatus saksi. Dugaan pemerasan, menurut penyidik, dilakukan dengan memanfaatkan kewenangan kejaksaan dalam pendampingan hukum dan penanganan perkara.
“Kami mendalami dugaan pemerasan dengan ancaman penanganan perkara. Semua masih dalam proses pembuktian,” ujar pihak KPK.
KPK juga menekankan bahwa penetapan tersangka dilakukan berdasarkan alat bukti yang cukup, dan para tersangka tetap memiliki hak hukum untuk membela diri di pengadilan. Hingga berita ini diturunkan, pihak Kejari HSU maupun Kejaksaan Agung belum menyampaikan pernyataan resmi terkait perkara tersebut.
Meski demikian, kasus ini menjadi sorotan publik karena melibatkan aparat penegak hukum. Di tengah tuntutan reformasi institusi hukum, OTT ini kembali mempertanyakan integritas aparat di daerah.
KPK memastikan penyidikan akan terus dikembangkan dan tidak menutup kemungkinan adanya tersangka lain, baik dari internal kejaksaan maupun pihak lain, jika ditemukan bukti baru.
OTT KPK di HSU kini menjadi ujian serius bagi penegakan hukum. Hukum dituntut tidak hanya tajam ke luar, tetapi juga berani membersihkan tubuhnya sendiri.
Editor Cor

