![]() |
Istimewa |
MEDIAWARTA.NET, Banjarmasin – Selama dua dekade terakhir, nama Aliansyah identik dengan teriakan protes. Ia selalu berdiri di garda terdepan, menggugat kebijakan pemerintah, dan tak gentar bersitegang dengan aparat. Julukan “raja demo” menempel kuat, lahir dari keberaniannya menggerakkan massa di Kalimantan Selatan.
Namun Minggu (14/9) malam, figur keras itu menanggalkan citra garangnya. Di Kelayan A, Gang Cendrawasih, Banjarmasin, Aliansyah hadir di resepsi pernikahan keluarga besar tokoh Banua H. Dinjaya—Syarmila Nurlita dan Syamsudin—bukan sebagai orator, melainkan tamu undangan. Irama dangdut dari News Surya Arina Sound System mengguncang panggung, dan Aliansyah tampil mengejutkan.
Pria yang biasa mengangkat poster protes kini melangkah ke depan panggung dengan senyum lepas. Tubuhnya bergoyang, tangan cekatan merogoh saku. Lembar demi lembar uang pecahan Rp50 ribu hingga Rp100 ribu melayang ke para penari. Sorak riuh penonton pun pecah. “Bunga-bunga cinta!” seru seorang tamu, menirukan istilah khas saweran.
Kontras ini memancing komentar pedas. “Kalau demo, dia paling galak. Malam ini, paling asik goyang,” kelakar seorang warga. Hanya sekejap, julukan baru pun lahir dan beredar: “raja sawer.” Dari mulut tamu hingga jagat media sosial, sebutan itu langsung jadi buah bibir.
Kerabat H. Dinjaya menegaskan bahwa aksi sawer ala Aliansyah bukan hal mendadak. “Sudah kebiasaannya. Kalau ada dangdut, pasti dia yang paling depan,” ujarnya.
Aliansyah pernah berseloroh kepada rekan seperjuangan, “Demo itu urusan serius, tapi hidup jangan melulu tegang.” Kalimat itu seolah menemukan panggungnya malam itu—saat sang raja demo menanggalkan urat leher tegang dan berbagi tawa dengan rakyat.
Kini publik melihatnya dengan sudut pandang baru. Aliansyah bukan hanya orator keras yang menentang kebijakan, tapi juga sosok yang tahu cara merayakan hidup: pendobrak di jalanan, penghibur di panggung dangdut. Dua wajah yang sama-sama membuatnya kian dekat dengan rakyat yang selama ini ia bela.
Editor redaksi