Istimewa |
MEDIAWARTA.NET, JAKARTA-Presiden terpilih Prabowo Subianto akan dihadapkan pada utang baru sebesar Rp. 775,9 Triliun tahun depan. Hal ini di tetapkan dalam angaran pendapatan dan belanja Negara (APBN) 2025.
Hal ini di sampaikan langsung Direktur Strategi dan Portofolio DJPPR Kementian Keuangan, Rico Amir menjelaskan, pembiyayan itu utamanya bersumber dari penerbitan Surat Berharga Negara (SBN).
Dikutip dari detik.com Rp. 775 Triliun dengan penerbitan SBN itu sebesar RP. 642,5 triliun dan penarikan pinjaman itu sebesar Rp 133 triliun kata Rico dalam acara Media Gethring di anyer, Banten (26/9/2024).
“Pinjaman diperoleh dari dua sumber antara lain pinjaman dalam negri dan luar negri untuk sumber pinjaman dari dalam negri Rp. 5,2 triliun dan pinjaman luar negeri Rp. 128.1 triliun,” ungkap Rico
Besaran utang ini mengikat cukup signifikan dibandingkan tahun 2024 lalu, pada tahun ini saja. Target pembiyayan utang Rp.648,1 triliun.
"Fenomena yang menarik adalah pinjaman yang besar, baik dari pinjaman dalam negeri dan pinjaman luar negeri dibandingkan APBN 2024 secara neto. Salah satu alasannya adalah karena ini tahun kelima dari periode 2020-2024," terang Riko.
"Dalam perencanaan pinjaman dari kementerian lembaga memang biasanya tahun-tahun awal mereka slow starter. Tapi kemudian naik penarikannya di tahun ini untuk pinjaman kegiatan, di tahun ketiga, keempat, kelima," sambung Riko.
Lebih lanjut, untuk mencapai target SBN, pihaknya menyiapkan sejumlah strategi. Pertama, penerbitan SBN melalui lelang. Lelang dilakukan dua minggu sekali secara bergantian antara SUN dan SBSN. Sehingga, dalam satu tahun dilakukan lelang masing-masing sebanyak 24 kali.
"Berapa targetnya Pak? Targetnya mengikuti perkembangan. Kita biasa akan tampilkan target dalam triwulan. SUN dalam bentuk SPN dan ON, SPN itu bentuknya jangka pendek, ON itu bentuknya jangka panjang. SBSN dengan SPNS jangka pendek, PBS jangka Panjang," ujarnya.
Berikutnya ada juga dari retail, yang tengah digeber pengembangannya. Riko mengatakan, retail saat ini kira-kira hampir mencapai 15% dari pembiayaan SPN. Kemudian ada SPN Falas, yang untuk tahun 2024 ini penerbitannya sudah selesai.
"Jadi sampai akhir tahun kita tidak menerbitkan lagi SPN Falas kecuali untuk prefunding 2024. Prefunding, pembiayaan yang dilakukan tahun ini untuk dipakai di tahun berikutnya. Prefunding nggak boleh kita terbitkan di awal tahun," kata dia.
Sedangkan dari sisi pinjaman, baik dari dalam maupun luar negeri, ia memastikan bahwa pemerintah terus mewaspadai dampak dari tekanan global dan menjaga pembiayaan di tahun tersebut.
Sumber: detik.com